Home » , , , » "The 4th Dhoho Street Fashion", Angkat Kisah Panji dan Sekartaji

"The 4th Dhoho Street Fashion", Angkat Kisah Panji dan Sekartaji

Written By Hapraindonesia on 12/13/2018 | 08:23

Foto: Dok/HI
Kediri, hapraindonesia.co - Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) Kota Kediri bekerja sama dengan Pemerintah Kota Kediri kembali akan menggelar Dhoho Fashion Street 2018 pada Kamis 13 Desember 2018 hari ini di Taman Sekartaji, Kota Kediri. Event yang digelar setiap tahun dengan konsep fashion show di area terbuka ini sudah berlangsung sejak 2015.

Tahun 2018 ini tema yang diusung adalah "The 4th Dhoho Street Fashion" (Warisan Agung Panji Sekartaji). Panji Sekartaji merupakan sebuah epos yang lahir pada masa kejayaan Kerajaan Kediri dengan ibu kota Dhaha (yang kini diambil menjadi nama jalan di pusat Kota Kediri, yaitu Jalan Dhoho). Panji Asmorobangun dan Dewi Sekartaji merupakan dua tokoh sentral dalam fase tersebut.

Sebagai legenda, kisah ini cukup mengakar di masyarakat Kediri yang digambarkan dalam seni tari jaranan. Pada 31 Oktober 2017 kisah Panji ditetapkan secara resmi oleh UNESCO sebagai Memory of the World (MOW).

Sedangkan tradisi Panji secara historis dikisahkan oleh relief di beberapa candi di Jawa Timur. Antara lain Candi Penataran di Kabupaten Blitar dan Candi Tegowangi di Kecamatan Pare, Kabupaten Kediri, sebagai figur bertopi.

Lydia Kieven, peneliti berkebangsaan Jerman, telah melakukan penelusuran tradisi Panji dan kemudian dipublikasikan melalui dua buku. Yaitu Menelusuri Figur Bertopi dalam Relief Candi Zaman Majapahit pada tahun 2013 dan buku Menelusuri Panji dan Sekartaji Bertopi pada tahun 2018.

Kisah Panji dan Sekartaji inilah yang menginspirasi outfit yang ditampilkan di runway pada Kamis 13 Desember 2018 hari ini di area Taman Sekartaji Kota Kediri. Dua fashion designer nasional, yakni Lenny Agustin dan Didit Maulana, menafsirkan kisah tersebut melalui busana-busana rancangannya.

Lenny Agustin akan menampilkan busana berbahan batik karya perajin asal Kota Kediri. Sementara Didit Maulana mempresentasikan busana berbahan dasar tenun ikat khas Kota Kediri. Sejumlah 24 outfit dari masing-masing desainer tampil pada fashion show kali ini.

"Kehadiran desainer nasional ini kami harap mampu mengangkat tenun dan batik khas Kediri semakin dikenal. Selain itu, untuk semakin mendorong desainer Kota Kediri membuat karya lebih bagus dan bernilai jual" kata Ferry Silviana Abu Bakar, ketua Dekranasda Kota Kediri.

Menurut Bunda Fey, sapaan akrabnya, para desainer Kota Kediri sebelumnya sudah mendapat bimbingan langsung dari Didiet Maulana dan Lenny Agustin dalam mendesain busana yang akan ditampilkan pada gelaran akbar ini.

Dalam event ini, desainer muda asal Kediri Desty Rachmaning Caesar akan menampilkan 4 outfit dengan desain kasual. Sedangkan Ahmad Kosim menampilkan 4 outfit busana batik. Mereka menerjemahkan tema dengan menampilkan corak sekar teratai mekar sekar jagad Kota Kediri dan batik abstrak. Masih dengan batik romansa, disajikan motif Panji Laras Galuh Candra Kirana dan keong mas dalam 3 outfit sarimbit.

Bukan hanya desainer profesional yang tampil dalam event ini. SMK Negeri 3 Kota Kediri juga turut andil menampilkan karya karya para peserta didik jurusan tata busana. Sebelumnya para siswa-siswi sekolah ini juga sudah mendapatkan bimbingan dari para desainer.

"Para siswa siswi yang mengambil jurusan tata busana ini sengaja kami dilibatkan dengan maksud untuk mencari bakat muda agar ke depan mampu membawa batik dan tenun ikat menjadi karya yang lebih semakin bernilai," ucap Bunda Fey.

Tidak hanya para desainer. Gelaran The 4th Dhoho Street Fashion kali ini juga menggandeng Kediri Creative City Forum (KKCF) yang turut andil memberikan dukungan. Forum yang mewadahi karya kreatif di Kota Kediri ini tampil dalam showcase untuk menarasikan sejarah tenun ikat Kediri.

"idenya adalah untuk memberi informasi kepada masyarakat dan pengunjung bahwa tenun bukan sekadar kain, tetapi juga nilai" kata Abdul hakim Bafaqih selaku direktur KKCF.

Selembar kain yang menarasikan kisah dari motif-motifnya yang dikerjakan dengan ATBM (alat tenun bukan mesin). Kerja tangan yang layak dihargai bukan hanya karena empati, tetapi juga karena kualitas yang disodorkan.

(Adv/Hms*)
Share this article :
Comments
0 Comments

Post a Comment

 
Support : Hapra Indonesia
Copyright © 2011. Hapra Indonesia - All Rights Reserved